Sabtu, 16 Maret 2013

Sterilisasi (Mikrobiologi Laut)


I. PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Sterilisasi adalah suatu proses untuk membunuh semua jasad renik yang ada, sehingga jika ditumbuhkan di dalam suatu medium tidak ada lagi jasad renik yang dapat berkembang biak. Sterilisasi harus dapat membunuh jasad renik yang paling tahan panas yaitu spora bakteri (Fardiaz, 1992).
Adanya pertumbuhan mikroorganisme menunjukkan bahwa pertumbuhan bakteri masih berlangsung dan tidak sempurnanya proses sterilisasi. Jika sterilisasi berlangsung sempurna, maka spora bakteri yang merupakan bentuk paling resisten dari kehidupan mikrobia akan diluluhkan (Lay dan Hastowo, 1992).
Sterilisasi dilakukan agar peralatan atau medium bebas dari gangguan mikroorganisme yang tidak diharapkan dan dapat menimbulkan gangguan. Untuk proses sterilisasi peralatan dan medium diperlukan pengetahuan tentang cara-cara atau teknik sterilisasi yang benar, karena setiap peralatan dan medium yang dipergunakan mempunyai teknik sterilisasi yang berbeda (Hadioetomo, 1985).
Oleh karena itu dalam pekerjaan mikrobiologi baik untuk praktikum maupun untuk penelitian, bekerja steril merupakan syarat utama untuk berhasil atau tidaknya pekerjaan kita.
B.      Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dari praktikum adalah untuk mengetahui prosedur sterilisasi alat yang digunakan di laboratorium.
Sedangkan kegunaan dari praktikum ini adalah agar praktikan dapat memahami pentingnya proses sterilisasi dan dapat mempraktekannya di laboratorium.
 

II. TINJAUAN PUSTAKA
Sterilisasi dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu panas, penyaringan, radiasi, dan penambahan bahan kimia. Sedangkan sterilisasi dengan cara panas dapat dilakukan dengan panas basah, panas kering, pemanasan bertahap dan perebusan.
1.    Pemanasan basah
Pemanasan basah adalah sterilisasi panas yang digunakan bersama-sama dengan uap air. Pemanasan basah biasanya dilakukan didalam autoklaf atau aterilisator uap yang mudah diangkat dengan menggunakan uap air jenuh bertekanan pada suhu 1210C selama 15 menit (Hadioetomo, 1985).
Cara pemanasan basah dapat membunuh jasad renik atau mikroorganisme terutama karena panas basah dapat menyebabkan denaturasi protein, termasuk enzim-enzim didalam sel (Fardiaz, 1992).
2.    Pemanasan kering
Dibandingkan pemanasan basah, pemanasan kering kurang efisien dan membutuhkan suhu yang lebih tinggi serta waktu lama untuk sterilisasi. Hal ini disebabkan karena tanpa kelembaban maka tidak ada panas laten (Hadioetomo, 1985).
Pemanasan kering dapat menyebabkan dehidrasi sel dan oksidasi komponen-komponen di dalam sel (Fardiaz, 1992).
Keuntungan dari pemanasan kering adalah tidak adanya uap air yang membasahi bahan atau alat yang disterilkan, selain itu peralatan yang digunakan untuk sterilisasi uap kering lebih murah dibandingkan uap basah (Lay dan Hastowo, 1992).
Pemanasan kering sering dilakukan dalam sterilisasi alat-alat gelas di laboratorium, dimana menggunakan oven dengan suhu 160-1800C selama 1,5-2 jam dengan sistem udara statis (Fardiaz, 1992).
3.    Pemanasan bertahap
Pemanasan bertahap dilakukan bila media atau bahan kimia tahan terhadap uap 1000C (Lay dan Hastowo, 1992). Pemanasan bertahap (tindalisasi) dilakukan dengan cara memanaskan medium atau larutan menggunakan uap selama satu jam setiap hari untuk tiga hari berturut-turut. Waktu inkubasi diantara dua proses pemanasan sengaja diadakan supaya spora dapat bergerminasi menjadi sel vegetatif sehingga mudah dibunuh pada pemanasan berikutnya (Fardiaz, 1992).
4.    Perebusan
Perebusan adalah pemanasan didalam air mendidih atau uap air pada suhu 1000C selama beberapa menit. Pada suhu ini sel vegetatif dimatikan, sedang spora belum dapat dihilangkan (Lay dan Hastowo, 1992).
Beberapa bakteri tertentu tahan terhadap suhu perebusan ini, misalnya Clostridium perfringensdanClostridium botulinum tetap hidup meskipun direbus selama beberapa jam (Lay dan Hastowo, 1992)
5.    Penyaringan
Penyaringan adalah proses sterilisasi yang dilakukan pada suhu kamar. Sterilisasi dengan penyaringan digunakan untuk bahan yang peka terhadap panas misalnya serum, urea dan enzim (Lay dan hastowo, 1992). Dengan cara penyaringan larutan atau suspensi dibebaskan dari semua organisme hidup dengan cara melakukannya lewat saringan dengan ukuran pori yang sedemikian kecilnya sehingga bakteri dan sel-sel yang lebih besar tertahan diatasnya, sedangkan filtratnya ditampung didalam wadah yang steril (Hadioetomo,1985).

6.    Radiasi ionisasi
Radiasi ionisasi adalah radiasi yang mengandung energi yang jauh lebih tinggi daripada sinar ultraviolet. Oleh karena itu mempunyai daya desinfektan yang lebih kuat. Salah satu contoh radiasi ionisasi adalah sinar gamma yang dipancarkan dari kobalt-10 (Fardiaz, 1992). Radiasi dengan sinar gama dapat menyebabkan ion bersifat hiperaktif (Lay dan Hastowo, 1992).
7.    Radiasi sinar ultra violet
Sinar ultra violet dengan panjang gelombang yang pendek memiliki daya antimikrobial yang sangat kuat. Daya kerjanya adalah absorbsi oleh asam nukleat tanpa menyebabkan kerusakan pada permukaan sel. Kerusakan tersebut dapat diperbaiki bila disinari dengan berkas yang mempunyai gelombang yang lebih panjang (Lay dan Hastowo, 1992).
8.    Penambahan bahan kimia
Menurut Lay dan Hastowo (1992), bahan yang menjadi rusak bila disterilkan pada suhu yang tinggi dapat disterilkan secara kimiawi dengan menggunakan gas. Bahan kimia yang sering digunakan antara lain :
1)Alkohol, daya kerjanya adalah mengkoagulasi protein. Cairan alkohol yang umum digunakan berkonsentrasi 70-80 % karena konsentrasi yang lebih tinggi atau lebih rendah kurang efektif.
2)Khlor, Gas khlor dengan air akan menghasilkan ion hipokloride yang akan mengkoagulasikan protein sehingga membran sel rusak dan terjadi inaktivasi enzim.
3)Yodium, daya kerjanya adalah bereaksi dengan tyrosin, suatu asam amino dalam emzim atau protein mikroorganisme.
4)Formaldehida 8 % merupakan konsentrasi yang cukup ampuh untuk mematikan sebagian besar mikroorganisme. Daya kerjanya adalah berkaitan dengan amino dalam protein mikrobia.
5)Gas etilen oksida, gas ini digunakan terutama untuk mensterilkan bahan yang dibuat dari plastik.
Sterilisasi dengan bahan kimia digunakan alkohol 70 %. Menurut Gupte (1990), etil alkohol sangan efektif pada kadar 70 % daripada 100 % dan ini tidak membunuh spora. Sterilisasi dengan alkohol dilakukan pada proses pembuatan kultur stok dan teknik isolasi. Alkohol 70 % disemprotkan pada tangan praktikan dan alat-alat seperti makropipet dan mikropipet. Menurut Volk dan Wheeler (1988), alkohol bila digunakan pada kulit kontaknya terlalu pendek untuk menimbulkan banyak efek germisida dan alkohol segera menguap karena sifatnya mudah menguap. Namun alkohol dapat menyingkirkan minyak, partikel debu, dan bakteri.











III. METODE PRAKTEK
A.      Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Selasa22 Maret 2011, pukul 09.20-12.00 WITA dan bertempat di Laboratorium Mikrobiologi Laut, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
B.      Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu cawan petri, tabung reaksi, gelas kimia sebagai alat yang ingin disterilkan dan oven sebagai alat untuk mensterilkan alat.
Sedangkan bahan yang digunakan yaitu kertas bekas untuk membungkus cawan petri dan gelas kimia, aluminium foil untuk membungkus tabung reaksi yang berisi medium, kertas label untuk member label pada tabung reaksi dan karet untuk mengikat mulut dari gelas piala yang ditutup oleh aluminium foil dan kertas bekas.
C.      Prosedur Kerja
Adapun cara kerja dari percobaan ini adalah :
a.    Sterilisasi kering
Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan seperti cawan petri, kertas bekas. Kemudian langkah selanjutnya yaitu membungkus cawan petri dengan kertas bekas  setelah selesai dibungkus dengan kertas kemudian memasukkan ke dalam oven dengan suhu 180OC selama 1,5-2 jam.
b.    Sterilisasi uap air bertekanan Autoclave
Menaruh tabung reaksi yang berisi mediumNatrium Agar(NA) danNatrium Broth(NB) ke dalam gelas piala kemudian tutup dengan aluminium foil dan kertas bekas lalu diikat dengan menggunakan karet.Setelah itu dimasukkan ke dalam autoclave dengan suhu 121 OC dan tekanan 15 lb (2 atm),kemudian tunggu beberapa menit (selama 15 menit).















IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.      Hasil
Setelah melakukan sterilisasi kering dan uap air bertekanan maka alat dan bahan praktikum sudah steril dan dapat digunakan dalam percobaan laboratorium
B.      Pembahasan
   Pada praktikum strerilisasi  ini digunakan dua metode sterilisasi yaitu sterilisasi kering dan sterilisiasi basah. Menurut Lay dan Hastowo (1992), pemanasan kering dapat dilakukan menggunakan oven dengan suhu 160-180°C selama ±1,5 - 2 jam dengan sistem udara statis. Sterilisasi kering ini dilakukan untuk alat-alat gelas yang tahan terhadap panas, misalkan cawan petri. Beberapa keuntungan yang didapatkan dari sterilisasi kering ini adalah tidak adanya uap air yang membasahi bahan atau alat yang disterilkan serta caranya yang relatif sederhana.
Sedangkan pada sterilisasi basah menurut Lay dan Hastowo (1992) biasanya dilakukan didalam autoklaf atau aterilisator uap yang mudah diangkat dengan menggunakan uap air jenuh bertekanan pada suhu 121°C selama ± 15 menit. Sterilisasi basah ini dilakukan untuk bahan yang tidak terlalu  tahan pada kondisi panas seperti media kaldu ataupun media agar. Beberapa keuntungan yang didapatkan dari sterilisasi basah yaitu dapat membunuh jasad renik atau mikroorganisme terutama karena panas basah, tetapi juga ada beberapa kekurangan yang diakibatkan oleh sterilisasi bash ini, misalkan dapat menyebabkan denaturasi protei ndan  enzim-enzim didalam sel.


 

V. SIMPULAN DAN SARAN
A.      Simpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari praktikum ini adalah sterilisasi kering menggunakan oven sedangkan sterilisasi dengan uap air bertekanan (sterilisasi basah) menggunakan autoclave, serta alat yang sudah disterilkan dapat langsung digunakan.
B.      Saran
          Kalau bisa tidak usah ada laporan sementara dalam Laboratorium. Karena waktu untuk praktek tidak begitu banyak.
         
















DAFTAR PUSTAKA
Fardiaz Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. PAU Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.

Hadioetomo, R.S. 1985. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. PT.Gramedia.Jakarta

Lay, B. W. dan Hastowo. 1982. Mikrobiologi. Rajawali Press Jakarta.

Volk, W.A. dan Wheeler, M.F. 1988. Mikrobiologi Dasar. Penerbit Erlangga. Jakarta




















LAPORAN MINGGUAN
PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI LAUT



STERILISASI

LOGO UNHAS.jpg










             NAMA                 : STEVEN
                   NIM                     : L111 09 265
                                           KELOMPOK     : DUA (2)




LABORATORIUM MIKROBIOLOGI LAUT
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011

1 komentar: