Sabtu, 16 Maret 2013

Dugong dan Manatee


SIRENIA
(DUGONG dan MANATEE)




OLEH
KELOMPOK 3
STEVEN
ANDI MAHATIR
EKA LISDAYANTI
AZMI UTAMI PUTRI
JUMNIATY
SRY SWARNI ABU BAKAR
FAHRI ANGRIAWAN

JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
M A K A S S A R
2 0 11

PENDAHULUAN


LATAR BELAKANG
Kelas Mammalia  merupakan hewan bertulang belakang dengan ciri-ciri morfologis yang jelas dapat dibedakan dari kelas-kelas lain dari hewan vertebrata. Ciri paling khas yang dipunyai  secara  anatomis  dan  fisiologis  adalah  memiliki  kelenjar  mammae  untuk  menyususi  anaknya.  Salah  satu  ordo  dari  kelas  mammalian  yang  dikenal  sebagai bangsa sapi laut adalah Sirenia. 
Ordo  Sirenia  (Bangsa  Sapi  Laut) merupakan  salah  satu mammalian  berukuran  besar yang  hidup  di  perairan  tropis  di  Samudera  Hindia  dan  Samudera  Pasifik.  Salah  satu  spesies dari ordo ini adalah  duyung (Dugong dugon, Muller 1766). Duyung ini memiliki  kekerabatan yang  lebih dekat dengan gajah daripada dengan mammalian  laut  lainnya  seperti paus dan lumba-lumba.  
Duyung merupakan mammalian  laut herbivora yang  tercatat sebagai salah satu satwa langka  dalam  Buku  Data merah  (Red  Data  book)  dari  IUCN  (International  Union  for Conservation  of  Nature  and  Natural  Resources)  (Thornback  and  Jenkins  1982). Populasi duyung semakin hari semakin berkurang yang diakibatkan oleh perburuan dan kerusakan  habitat  (Lanyon  1992,  Marsh  1993).  Selain  itu,  juga  disebabkan  karena perkembangbiakan duyung sangat  lambat dan hanya melahirkan satu ekor anak setiap kali melahirkan.
Duyung  menggunakan  padang  lamun  (seagrass  beds)  sebagai  habitatnya  untuk mencari makan,  dimana makanan  utamanya  adalah  lamun  (seagrass)  (Lanyon  et  al. 1989, Pren 1993).   Oleh karenanya sangatlah  jelas apabila padang  lamun  rusak maka kehidupan duyung akan  terganggu,  terutama dalam penyediaan makanannya. Menurut Marsh  (1982), makanan  utama  duyung  adalah  lamun  dimana  lebih  dari  90%  isi  perut duyung terdiri dari lamun dan sisanya adalah beberapa spesies algae (seaweed).





TINJAUAN PUSTAKA


2.1  Biologi Duyung
Klasifikasi duyung berdasarkan Muller (1766) dalam Diana 2007, adalah sebagai berikut:

  Phylum    : Chordata 
 Class    : Mammalia
  Ordo    : Sirenia
  Family   : Dugongidae
  Species  : Dugong dugon                                       

Duyung memiliki  kepala  yang  besar  dengan mata  yang  kecil  dan  hidung  yang  besar. Duyung memiliki penglihatan yang tidak terlalu jelas namun memiliki pendengaran yang sangat baik. Pada duyung  jantan dewasa dan beberapa pada dugong betina  terdapat gading  kecil.  Menginjak  masa  kawin,  duyung  jantan  menggunakan  gadingnya  untuk berkelahi mendapatkan pasangannya. Duyung dapat mencapai umur 70  tahun, namun biasanya mati  di  usia muda. Duyung memiliki  panjang  tubuh  2,4  –  3,0 meter  denganberat tubuh berkisar 230 – 908 kilogram (www. Goggle.com. Dugong conservation).
2.2  Lamun 
2.2.1 Pengertian Lamun
Istilah lamun untuk seagrass, pertama kali diperkenalkan kepada para ilmuwan, peneliti dan  akademisi  di  perguruan  tinggi  di  perguruan  tinggi  oleh Dr. Malikusworo Hutomo


Model konservasi

Untuk aspek sosial budaya
Perburuan  yang  dilakukan  oleh  suku  aborigin  bangsa  Torres  Starit  tersebut,  jelas  berbeda  dengan  yang  dilakukan  oleh  pemburu  yang  bertujuan  untuk  komersialisasi. Kalau yang pertama, perburuan yang dilakukan hanya semata-mata untuk kepentingan adat  dan  tentu  saja  jumlah  yang  diburu  tidak  akan  banyak  . Disamping  itu  umumnya, masyarakat  adapt  lebih  memperhatikan  keberlanjutan  spesies  yang  mereka  ambilseperti halnya masyarakat adapt  lain  (misal dalam perburuan paus di Nusa Tenggara Timur).  Sedangkan  yang  kedua,  tentu  saja  perburuan  yang  dilakukan  tidak  akan mempertimbangkan  keberlenajutan  spesies  tersebut,  karena  tujuan  utamanya  adalah ekonomi semata.
Ekologi
Faktor  lingkungan  lain yang memiliki dampak  terhadap ekologi Dugong adalah adanya pencemaran  air  akibat  limbah,  baik  yang  berasal  dari  rumah  tangga  (permukiman), usaha pertanian, kegiatan pariwisata maupun  limbah pencemar dari  tumpahan minyak penambangan.  Dampak  dari  limbah-limbah  tersebut  selain  akan  mempengaruhi pertumbuhan  lamun,  secara  langsung  akan  dapat  menganggu  hidup  dugong,  baik secara    fisiologis  atau  gangguan  pertumbuhan  yang  bukan  tidak  mungkin  dapat menyebabkan kematian.   Dilaporkan bahwa akibat dari akumulasi senyawa racun  telah mengakibatkan  terditeksi  adanya  akumulasi  merkuri  dan  senyawa  organoklorin  padadugong.
ekonomi
Dugong selain dapat dijadikan makanan tradisional  juga memiliki segi ekonomi  lainnya, seperti diambil minyaknya yang tidak kalah bernilai. Jadi jelaslah tidak heran perburuan Dugong tetap berlangsung. Melihat kondisi yang memprihatinkan dari populasi Dugong,maka  dibuatlah  hukum  internasional  mengenai  pelestarian  Dugong.  Akan  tetapi,  hal tersebut  tidak  menyebabkan  serta  merta  terhentinya  perburuan  Dugong,  karena kenyataannya masih saja  terjadi perburuan  illegal  terhadap Dugong.   Banyak  lembaga-lembaga  sosial masyarakat  yang  turun membantu  dalam  upaya  pelestarian mamalia tesebut. Di  Indonesia sendiri  telah ada upaya untuk mendirikan akuarium  raksasa  (sea world)  yang merupakan salah satu tempat pelestarian Dugong secara ex-situ, sekaligus sebagai tempat rekreasi yang mengasyikan selain menguntungkan secara finansial.

PENUTUP
      Dugong  dugon  merupakan  salah  satu  mamalia  laut  yang  keberadaannya  makin memprihatinkan. Hal ini dapat jelas diketahui dengan masuknya spesies ini dalam daftar Red Book dari  IUCN dengan kategori vulnerable menuju kepunahan  (extinction). Oleh karenanya  perlu  dilakukan  upaya  konservasi  agar Dugong  tidak  benar-benar menjadi punah. 
      Model  konservasi  untuk  dugong  harus  memasukan  tiga  aspek,  yaitu  aspek  ekologi, aspek  sosial  budaya  dan  aspek  ekonomi,  yang  disesuaikan  dengan  kondisi  setempat (conditioning).






1 komentar: