Sabtu, 16 Maret 2013

Adaptasi Mangrove


ADAPTASI TUMBUHAN MANGROVE

A.    Latar belakang
Kawasan pesisir merupakan kawasan peralihan antara laut dan daratan, dimana batasan kawasan pesisir secara umum yaitu kearah laut masih  dipengaruhi dampak daratan dan kearah darat masih dipengaruhi atau terkena dampak laut.
Salah satu kawasan yang terletak di dareah pesisir adalah hutan mangrove. Oleh karena kawasan hutan mangrove secara rutin digenangi oleh pasang air laut, maka  lingkungan (tanah dan air) hutan mangrove bersifat salin dan tanahnya jenuh air.  Vegetasi yang hidup di lingkungan salin, baik lingkungan tersebut kering maupun basah, disebut dengan halopita (halophytic). vegetasi mangrove, juga  mengalami tekanann oksigen yang sedikit (low oxygen pressure strees), hal ini   dialami akar tumbuhan mangrovei karena tanahnya secara periodik digenangi oleh pasang air laut. Selain itu tingkat salinitas yang fluktuatif juga mempengaruhi metabolisme dari tumbuhan mangrove. Oleh karena itu tumbuhan mangrove melakukan berbagai adaptasi untuk mempertahankan hidupnya.
B.     Tujuan Penulisan
Pembuatan  makalah ini bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai teori-teori yang berkaitan dengan adaptasi tumbuhan mangrove untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.

ADAPTASI MANGROVE
1.     Adaptasi Anatomi Mangrove
Vegetasi mangrove memiliki adaptasi anatomi dalam merespon berbagai kondisi ekstrim tempat tumbuhnya, seperti (1) adanya kelenjar garam pada golongan secreter, dan kulit yang mengelupas pada golongan non-secreter sebagai tanggapan terhadap lingkungan yang salin,  (2) sistem perakaran yang khas, dan lentisel sebagai tanggapan terhadap tanah yang jenuh air, (3)  struktur dan posisi daun yang khas sebagai tanggapan terhadap radiasi sinar matahari dan suhu yang tinggi.
Beberapa jenis tumbuhan mangrove toleran terhadap konsentrasi garam dijaringannya dan garam ini dikeluarkan  melalui kelenjar-kelenjar khusus yang terdapat pada daunnya.   Tumbuhan mangrove terbagi atas dua golongan, yaitu
 (a)  secreter, yakni jenisjenis mangrove yang memiliki struktur kelenjar garam (salt gland)  seperti Avicennia spp.,  Aegiceras spp., dan  Aegialitis spp.
 (b)  non-secreter, yaitu jenis-jenis mangrove yang tidak memiliki struktur kelenjar garam seperti Rhizophora spp., Bruguiera spp., Lumnitzera spp., dan Sonneratia spp.  Lebih lanjut Shannon  et al., (1994) menyatakan bahwa pada umumnya adaptasi terhadap salinitas tergolong rumit yang merupakan formasi dari struktur kelenjar garam yang terdapat pada daun  atau permukaan epidermis batang.

Adaptasi tumbuhan mangrove secara anatomi terhadap keadaan tanah dan kekurangan oksigen adalah melalui sistem perakaran yang khas dan lentisel pada akar nafas, batang dan organ lainnya.  
Ada tiga bentuk sistem perakaran pada  tumbuhan mangrove,
yaitu
(a) akar lutut (knee roots), contohnya pada Bruguiera spp., yang memberikan kesempatan bagi oksigen masuk ke sistem perakaran,
(b) akar nafas (pneumatophore roots), contohnya pada  Sonneratia  spp., dan Avicennia  spp. yang muncul dipermukaan
tanah untuk aerasi,
(c) akar tunjang (stilt roots), contohnya pada Rhizophora spp. yang berbentuk seperti jangkar, berguna untuk menopang pohon.
            Pada dasarnya sistem perakaran  tumbuhan mangrove terdiri dari tiga komponen, yaitu
 (a) komponen aerasi, yaitu bagian akar yang mencuat ke bagian atas dari sistem perakaran dan berfungsi sebagai pertukaran gas,
(b) komponen penyerapan dan penjangkaran, befungsi  untuk membentuk basis penjangkaran pada seluruh sistem dan untuk melakukan penyerapan zat hara
(c) komponen jaringan, yaitu bagian horizontal yang meluas dan berfungsi menyatu dengan penyerapan dan penjangkaran dari sistem perakaran
Selain bentuk akar yang khas dan adanya lentisel di berbagai organ tumbuhan mangrove, kekurangan oksigen  juga dapat diatasi dengan adanya lubang-lubang dalam tanah yang dibuat oleh hewan-hewan, misalnya kepiting.  Lubang-lubang ini membawa oksigen ke bagian akar tumbuhan mangrove.  Kondisi ini terjadi saat  air laut surut, sehingga lantai hutan mangrove saat air laut surut tersebut tidak tergenang air secara keseluruhan. Hampir semua jenis mangrove, daun-daunnya mempunyai sejumlah
kenampakan anatomi yang membatasi hilangnya uap air.  Hal ini mencakup kutikula yang tebal, lapisan lilin, dan stomata yang tersembunyi, yang semuanya terdapat hanya pada permukaan abaksial dari beberapa jenis, seperti  Sonneratia spp.,  Osbornia  spp.
Adaptasi Fisiologi Mangrove
Mangrove sebagai kelompok khusus dari halofita mempunyai kapasitas menahan air yang tinggi dari substrat  yang bergaram.  Mangrove juga dapat mempertahankan keseimbangan air yang  baik karena adanya mekanisme pengaturan yang beragam, seperti perilaku stomata, penyesuaian osmotik, tingkat kesekulenan, dan pengeluaran garam. menyatakan bahwa pada umumnya transpirasi jenis-jenis mangrove adalah rendah, sedangkan akarnya terus-menerus mengabsorbsi air garam.  Hal ini menyebabkan terjadinya akumulasi garam pada daun.  Untuk mengatasi hal ini beberapa jenis mangrove mempunyai kelenjar pengeluaran garam (excretion gland) pada daunnya, sedangkan bagi jenis mangrove yang tidak memiliki kelenjar pengeluaran garam dilakukan dengan cara mengalirkan garam tersebut ke daun-daun muda yang baru terbentuk.
            Secara umum, konsentrasi  ion-ion anorganik yang tinggi diperlukan oleh halofita di dalam mengatur potensi osmotik antar sel, agar lebih rendah dari potensi air dalam tanah.  Hal ini merupakan kebutuhan minimum untuk mengatur keseimbangan air positif.   Penemuan ini didukung oleh hasil lapangan dan laboratorium yang menjelaskan bahwa potensi osmotik pada
jaringan mangrove umumnya antara 0,5 –  2,0 Mpa lebih rendah dari substrat tempat tumbuhnya.






























KESIMPULAN
Vegetasi mangrove yang merupakan tumbuhan resisten terhadap garam (salt-resistant plants) mampu memelihara pertumbuhannya dalam kondisi cekaman osmotik, seiring dengan menghindari konsentrasi garam yang tinggi di dalam sitoplasmanya.  Pertumbuhan terutama dipelihara dengan meningkatkan jumlah larutan di dalam sel dan berikutnya dengan pengaturan turgor.  Mekanisme ini dapat meningkat dengan peningkatan  plastisitas dinding sel dan penurunan ambang turgor.  Penurunan turgor diatur  oleh “sensor turgor” di dalam plasma membran.  Mekanisme penting dalam pengaturan keseimbangan garam pada mangrove, sehingga tidak lagi meracuni tumbuhan, meliputi: (a) kapasitas akar untuk melawan NaCl yang berbeda, (b) pemilihan kelenjar-kelenjar khas sekresi garam dari beberapa jenis pada daunnya, (c) akumulasi garam pada berbagai bagian tumbuhan, dan (d) hilangnya garam ketika daun dan bagian tumbuhan lainnya gugur. Tanah yang jenuh air, sehingga tanah mengandung sedikit oksigen direspon tumbuhan mangrove dengan memiliki sistem perakaran yang khas dan lentisel pada bagian di atas permukaan substrat sehingga memungkinkan penyerapan oksigen dari udara.  Selain itu, keberadaan lubang-lubang tanah yang dibuat oleh satwa tanah, seperti kepiting, juga membantu penyediaan oksigen bagi akar.  Oleh karena itu, respirasi dapat berjalan dengan baik. Daun vegetasi mangrove yang memiliki kutikula yang tebal, lapisan lilin, dan stomata yang tersembunyi serta pengaturan posisi daun, sehingga radiasi sinarmatahari terseleksi sepanjang permukaan  fotosintetik luas, sementara pemasukan panas per unit luas daun dan suhu menjadi berkurang.  Hal ini merupakan adaptasi anatomi yang unik dari daun mangrove dalam mengatasi cekaman radiasi sinar matahari dan suhu yang tinggi.















DAFTAR PUSTAKA
Bengen, D.G. 2000. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan – Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia.

Bintoro, M.H. 1989.  Toleransi tanaman jagung terhadap salinitas.  Disertasi, Pascasarjana IPB, Bogor.

Dahuri R., J. Rais, S.P. Ginting dan M.J. Sitepu, 2004. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradya Paramita.  Jakarta.

Istomo. 1992.  Tinjauan ekologi hutan mangrove dan pemanfaatannya di Indonesia. Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.

Kritijono, A. 1977.  Pengaruh keadaan tempat tumbuh pada perkecambahan Bruguiera gymnorrhiza (tanjang) di hutan payau Segara Anakan Cilacap, KPH Banyumas Barat.  Fakultas Kehutana  IPB, Bogor.

Nybakken, J. W., 1992. Biologi Suatu Pendekatan Ekologi.Gramedia. Jakarta
Prawiranata, W., S. Harran, dan P. Tjondronegoro.  1995.  Dasar-dasar fisiologi tumbuhan.  FMIPA-IPB, Bogor.

Soepardi, G.  1983.  Sifat dan ciri tanah.  Fakultas Pertanian – IPB, Bogor.

Sukardjo, S. 1996.  Fisiologi mangrove suatu catatan pengetahuan. Pelatihan pelestarian dan pengembangan ekosistem mangrove secara terpadu dan berkelanjutan. PSL-PPLH Unibraw, Malang.

Tanasale, M.F.J.D.P.  1997.  Desalinasi dengan tanaman mangrove. Jurusan Kimia, FMIPA, IPB Bogor.



1 komentar: