ADAPTASI TUMBUHAN MANGROVE
A.
Latar
belakang
Kawasan pesisir
merupakan kawasan peralihan antara laut dan daratan, dimana batasan kawasan
pesisir secara umum yaitu kearah laut masih
dipengaruhi dampak daratan dan kearah darat masih dipengaruhi atau
terkena dampak laut.
Salah satu kawasan yang terletak di
dareah pesisir adalah hutan mangrove. Oleh karena kawasan hutan mangrove secara
rutin digenangi oleh pasang air laut, maka
lingkungan (tanah dan air) hutan mangrove bersifat salin dan tanahnya
jenuh air. Vegetasi yang hidup di
lingkungan salin, baik lingkungan tersebut kering maupun basah, disebut dengan
halopita (halophytic). vegetasi mangrove, juga
mengalami tekanann oksigen yang sedikit (low oxygen pressure strees),
hal ini dialami akar tumbuhan mangrovei
karena tanahnya secara periodik digenangi oleh pasang air laut. Selain itu
tingkat salinitas yang fluktuatif juga mempengaruhi metabolisme dari tumbuhan
mangrove. Oleh karena itu tumbuhan mangrove melakukan berbagai adaptasi untuk
mempertahankan hidupnya.
B.
Tujuan Penulisan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui lebih
lanjut mengenai teori-teori yang berkaitan dengan adaptasi tumbuhan mangrove
untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.
ADAPTASI
MANGROVE
1.
Adaptasi Anatomi Mangrove
Vegetasi mangrove
memiliki adaptasi anatomi dalam merespon berbagai kondisi ekstrim tempat
tumbuhnya, seperti (1) adanya kelenjar garam pada golongan secreter, dan kulit
yang mengelupas pada golongan non-secreter sebagai tanggapan terhadap
lingkungan yang salin, (2) sistem
perakaran yang khas, dan lentisel sebagai tanggapan terhadap tanah yang jenuh
air, (3) struktur dan posisi daun yang
khas sebagai tanggapan terhadap radiasi sinar matahari dan suhu yang tinggi.
Beberapa jenis
tumbuhan mangrove toleran terhadap konsentrasi garam dijaringannya dan garam
ini dikeluarkan melalui
kelenjar-kelenjar khusus yang terdapat pada daunnya. Tumbuhan mangrove terbagi atas dua golongan,
yaitu
(a)
secreter, yakni jenisjenis mangrove yang memiliki struktur kelenjar
garam (salt gland) seperti Avicennia
spp., Aegiceras spp., dan Aegialitis spp.
(b)
non-secreter, yaitu jenis-jenis mangrove yang tidak memiliki struktur
kelenjar garam seperti Rhizophora spp., Bruguiera spp., Lumnitzera spp., dan
Sonneratia spp. Lebih lanjut
Shannon et al., (1994) menyatakan bahwa pada
umumnya adaptasi terhadap salinitas tergolong rumit yang merupakan formasi dari
struktur kelenjar garam yang terdapat pada daun
atau permukaan epidermis batang.
Adaptasi tumbuhan
mangrove secara anatomi terhadap keadaan tanah dan kekurangan oksigen adalah
melalui sistem perakaran yang khas dan lentisel pada akar nafas, batang dan
organ lainnya.
Ada tiga bentuk
sistem perakaran pada tumbuhan mangrove,
yaitu
(a) akar lutut (knee roots), contohnya
pada Bruguiera spp., yang memberikan kesempatan bagi oksigen masuk ke sistem
perakaran,
(b) akar nafas (pneumatophore roots),
contohnya pada Sonneratia spp., dan Avicennia spp. yang muncul dipermukaan
tanah untuk aerasi,
(c) akar tunjang (stilt roots),
contohnya pada Rhizophora spp. yang berbentuk seperti jangkar, berguna untuk
menopang pohon.
Pada
dasarnya sistem perakaran tumbuhan
mangrove terdiri dari tiga komponen, yaitu
(a) komponen aerasi, yaitu bagian akar yang
mencuat ke bagian atas dari sistem perakaran dan berfungsi sebagai pertukaran gas,
(b) komponen penyerapan dan
penjangkaran, befungsi untuk membentuk
basis penjangkaran pada seluruh sistem dan untuk melakukan penyerapan zat hara
(c) komponen jaringan, yaitu bagian
horizontal yang meluas dan berfungsi menyatu dengan penyerapan dan penjangkaran
dari sistem perakaran
Selain bentuk akar
yang khas dan adanya lentisel di berbagai organ tumbuhan mangrove, kekurangan
oksigen juga dapat diatasi dengan adanya
lubang-lubang dalam tanah yang dibuat oleh hewan-hewan, misalnya kepiting. Lubang-lubang ini membawa oksigen ke bagian
akar tumbuhan mangrove. Kondisi ini
terjadi saat air laut surut, sehingga
lantai hutan mangrove saat air laut surut tersebut tidak tergenang air secara
keseluruhan. Hampir semua jenis mangrove, daun-daunnya mempunyai sejumlah
kenampakan anatomi yang membatasi
hilangnya uap air. Hal ini mencakup
kutikula yang tebal, lapisan lilin, dan stomata yang tersembunyi, yang semuanya
terdapat hanya pada permukaan abaksial dari beberapa jenis, seperti Sonneratia spp., Osbornia
spp.
Adaptasi
Fisiologi Mangrove
Mangrove sebagai
kelompok khusus dari halofita mempunyai kapasitas menahan air yang tinggi dari
substrat yang bergaram. Mangrove juga dapat mempertahankan
keseimbangan air yang baik karena adanya
mekanisme pengaturan yang beragam, seperti perilaku stomata, penyesuaian
osmotik, tingkat kesekulenan, dan pengeluaran garam. menyatakan bahwa pada
umumnya transpirasi jenis-jenis mangrove adalah rendah, sedangkan akarnya
terus-menerus mengabsorbsi air garam.
Hal ini menyebabkan terjadinya akumulasi garam pada daun. Untuk mengatasi hal ini beberapa jenis
mangrove mempunyai kelenjar pengeluaran garam (excretion gland) pada daunnya,
sedangkan bagi jenis mangrove yang tidak memiliki kelenjar pengeluaran garam
dilakukan dengan cara mengalirkan garam tersebut ke daun-daun muda yang baru
terbentuk.
Secara
umum, konsentrasi ion-ion anorganik yang
tinggi diperlukan oleh halofita di dalam mengatur potensi osmotik antar sel,
agar lebih rendah dari potensi air dalam tanah.
Hal ini merupakan kebutuhan minimum untuk mengatur keseimbangan air
positif. Penemuan ini didukung oleh
hasil lapangan dan laboratorium yang menjelaskan bahwa potensi osmotik pada
jaringan mangrove umumnya antara 0,5
– 2,0 Mpa lebih rendah dari substrat
tempat tumbuhnya.
KESIMPULAN
Vegetasi mangrove
yang merupakan tumbuhan resisten terhadap garam (salt-resistant plants) mampu
memelihara pertumbuhannya dalam kondisi cekaman osmotik, seiring dengan
menghindari konsentrasi garam yang tinggi di dalam sitoplasmanya. Pertumbuhan terutama dipelihara dengan
meningkatkan jumlah larutan di dalam sel dan berikutnya dengan pengaturan
turgor. Mekanisme ini dapat meningkat
dengan peningkatan plastisitas dinding
sel dan penurunan ambang turgor.
Penurunan turgor diatur oleh
“sensor turgor” di dalam plasma membran.
Mekanisme penting dalam pengaturan keseimbangan garam pada mangrove,
sehingga tidak lagi meracuni tumbuhan, meliputi: (a) kapasitas akar untuk
melawan NaCl yang berbeda, (b) pemilihan kelenjar-kelenjar khas sekresi garam
dari beberapa jenis pada daunnya, (c) akumulasi garam pada berbagai bagian
tumbuhan, dan (d) hilangnya garam ketika daun dan bagian tumbuhan lainnya
gugur. Tanah yang jenuh air, sehingga tanah mengandung sedikit oksigen direspon
tumbuhan mangrove dengan memiliki sistem perakaran yang khas dan lentisel pada
bagian di atas permukaan substrat sehingga memungkinkan penyerapan oksigen dari
udara. Selain itu, keberadaan
lubang-lubang tanah yang dibuat oleh satwa tanah, seperti kepiting, juga
membantu penyediaan oksigen bagi akar.
Oleh karena itu, respirasi dapat berjalan dengan baik. Daun vegetasi
mangrove yang memiliki kutikula yang tebal, lapisan lilin, dan stomata yang
tersembunyi serta pengaturan posisi daun, sehingga radiasi sinarmatahari
terseleksi sepanjang permukaan
fotosintetik luas, sementara pemasukan panas per unit luas daun dan suhu
menjadi berkurang. Hal ini merupakan
adaptasi anatomi yang unik dari daun mangrove dalam mengatasi cekaman radiasi
sinar matahari dan suhu yang tinggi.
DAFTAR
PUSTAKA
Bengen, D.G. 2000. Sinopsis Ekosistem dan
Sumberdaya Alam Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan –
Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia.
Bintoro,
M.H. 1989. Toleransi tanaman jagung terhadap
salinitas. Disertasi, Pascasarjana IPB,
Bogor.
Dahuri R., J. Rais, S.P. Ginting dan
M.J. Sitepu, 2004. Pengelolaan Sumberdaya
Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradya Paramita. Jakarta.
Istomo.
1992. Tinjauan ekologi hutan mangrove dan
pemanfaatannya di Indonesia. Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.
Kritijono,
A. 1977. Pengaruh keadaan tempat tumbuh
pada perkecambahan Bruguiera gymnorrhiza (tanjang) di hutan payau Segara Anakan
Cilacap, KPH Banyumas Barat. Fakultas
Kehutana IPB, Bogor.
Nybakken, J. W., 1992. Biologi Suatu Pendekatan
Ekologi.Gramedia.
Jakarta
Prawiranata, W., S. Harran,
dan P. Tjondronegoro. 1995. Dasar-dasar fisiologi tumbuhan. FMIPA-IPB, Bogor.
Soepardi,
G. 1983.
Sifat dan ciri tanah. Fakultas
Pertanian – IPB, Bogor.
Sukardjo,
S. 1996. Fisiologi mangrove suatu
catatan pengetahuan. Pelatihan pelestarian dan pengembangan ekosistem mangrove
secara terpadu dan berkelanjutan. PSL-PPLH Unibraw, Malang.
Tanasale,
M.F.J.D.P. 1997. Desalinasi dengan tanaman mangrove. Jurusan
Kimia, FMIPA, IPB Bogor.