I. PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Laut mempunyai
arti penting bagi kehidupan makhluk
hidup seperti manusia, ikan, tumbuh-tumbuhan, dan biota laut lainya. Hal ini
menunjukkan bahwa sektor kelautan
mempunyai potensi yang sangat besar untuk dapat ikut mendorong
pembangunan di masa kini maupun masa depan. Oleh karena itu, laut yang
merupakan satu sumber daya alam, sangat perlu untuk dilindungi. Hal
ini berarti pemanfaatannya harus dilakukan dengan bijaksana dengan memperhitungkan
kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang. Agar laut dapat bermanfaat
secara berkelanjutan dengan tingkat mutu yang diinginkan, maka kegiatan
pengendalian dan/atau perusakan laut menjadi sangat penting. Pengendalian
pencemaran dan/atau perusakan ini merupakan salah satu bagian dari kegiatan
pengelolaan lingkungan hidup. Akhir-akhir ini pencemaran laut telah menjadi suatu masalah yang perlu
ditangani secara sungguh-sungguh. Hal ini berkaitan dengan semakin meningkatnya
kegiatan manusia dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya. Di samping
menghasilkan produk-produk yang diperlukan bagi kehidupannya, kegiatan manusia
menghasilkan pula produk sisa (limbah)
yang dapat menjadi bahan pencemar (polutan). Cepat atau lambat polutan itu
sebagian akan sampai di laut. Hal ini perlu dicegah atau setidak-tidaknya
dibatasi hingga sekecil mungkin.
Pencemaran adalah proses masuknya
zat-zat atau energi ke dalam lingkungan oleh aktifitas manusia secara langsung
yang mengakibatkan terjadinya pengaruh yang merugikan sedemikian rupa sehingga
pada akhirnya akan membahayakan manusia, merusak lingkungan hayati (sumberdaya
hayati) dan ekosistem serta mengurangi atau menghalangi kenyamanan dan
penggunaan lain yang semestinya dari suatu sistem lingkungan.
Karena begitu berbahaya nya
pencemaran bagi organisme atau makhluk hidup lainnya, maka praktik Pencemaran
Laut ini dilakukan di Perairan Akkarena, karena dianggap perairan ini cukup
bagus untuk mengukur parameter yang berkaitan dengan pencemaran.
1.2
Tujuan Praktikum
Praktikum Pencemaran Laut
ini betujuan untuk mengetahui parameter pencemar yang ada di perairan Akkarena
Makassar.
1.3
Kegunaan Praktikum
Kegunaan dari
Praktikum ini adalah agar dapat memahami dan mengetahui cara menentukan
dan indikator kualitas air laut dengan melihat parameter
pencemar yang ada di dalam air laut pada suatu wilayah perairan laut.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pencemaran Laut
Pencemaran adalah proses masuknya zat-zat atau energi ke dalam lingkungan oleh
aktifitas manusia secara langsung yang mengakibatkan terjadinya pengaruh yang
merugikan sedemikian rupa sehingga pada akhirnya akan membahayakan manusia,
merusak lingkungan hayati (sumberdaya hayati) dan ekosistem serta mengurangi
atau menghalangi kenyamanan dan penggunaan lain yang semestinya dari suatu
sistem lingkungan. UNEP (1980) dalam Romimohtarto (1991)
Berdasarkan PP No.19/1999, pencemaran laut
diartikan sebagai masuknya/ dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau
komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga
kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut
tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan /atau fungsinya (Pramudianto, 1999).
Sedangkan Konvensi Hukum Laut III (United Nations Convention on the Law of the
Sea = UNCLOS III) mengartikan bahwa pencemaran laut adalah perubahan dalam
lingkungan laut termasuk muara sungai (estuaries) yang menimbulkan akibat yang
buruk sehingga dapat merusak sumber daya hayati laut (marine living resources),
bahaya terhadap kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di laut termasuk
perikanan dan penggunaan laut secara wajar, menurunkan kualitas air laut dan
mutu kegunaan serta manfaatnya (Siahaan, 1989 dalam Misran, 2002).
2.2 Parameter Pencemar
Parameter pencemaran terdiri dari
beberapa yakni diantaranya:
2.2.1
Suhu
Sebagian
besar makhluk hidup di perairan tawar pada umumnya sangat sensitif terhadap
perubahan suhu air. Suhu sangat terkait dengan proses metabolisme dalam tubuh,
yaitu memengaruhi kerja enzim dalam tubuh makhluk hidup. Oleh karena itulah
suhu merupakan faktor penting dalam kehidupan organisme perairan tawar. Suhu
juga berpengaruh terhadap berbagai hal, misalnya blooming alga, siklus
reproduksi, dan kelarutan berbagai macam zat.Suhu di ekosistem perairan tawar
mudah berubah.
Perubahan
suhu baik musiman dan harian terjadi pada bagian permukaan dari perairan,
sementara bagian dalam biasanya akan lebih konstan. Suhu rata-rata perairan
bisa mengalami kenaikan disebabkan oleh aktivitas manusia, seperti pemukiman,
industri dan area pertanian.
Suhu
secara fisika dinyatakan dalam satuan 0C. Metode pengukuran
dilakukan dengan menggunakan thermometer
atau termistor. Termistor merupakan alat pengukur suhu berbasis elektronik.
Lokasi pengambilan sampel suhu air dapat dilakukan pada tiga level kedalaman,
yaitu permukaan, pertengahan dan dasar perairan. Pengukuran juga dilakukan pada
tiap musim yang berbeda, misalkan pada musim hujan dan kemarau.
2.2.2
Salinitas
Salinitas
adalah kadar garam terlarut dalam air. Satuan salinitas adalah per mil (‰),
yaitu jumlah berat total (gr) material padat seperti NaCl yang terkandung dalam
1000 gram air laut (Wibisono, 2004). Salinitas merupakan bagian dari sifat
fisik-kimia suatu perairan, selain suhu, pH, substrat dan lain-lain.
Salinitas dipengaruhi oleh pasang surut,
curah hujan, penguapan, presipitasi dan topografi suatu perairan. Akibatnya,
salinitas suatu perairan dapat sama atau berbeda dengan perairan
lainnya,misalnya perairan darat, laut dan payau. Kisaran salinitas air laut
adalah 30-35‰, estuari 5-35‰ dan air tawar 0,5-5‰ (Nybakken, 1992).
2.2.3
pH
Kondisi
asam atau basa pada perairan ditentukan berdasarkan nilai pH (power of hydrogen). Nilai pH berkisar
antara 0-14, yang mana pH 7 merupakan pH normal.Kondisi pH kurang dari 7
menunjukkan air bersifat asam, sedangkan pH di atas 7 menunjukkan kondisi air
bersifat basa. Makhluk hidup atau biota perairan tawar masing-masing memiliki
kondisi pH yang berbeda-beda. Pengaruh pH pada biota terletak pada aktivitas
enzim, misalnya dalam pH asam, enzim akan mengalami protonasi.
Keasaman
juga berpengaruh pada tingkat kelarutan suatu nutrien dalam perairan, yang
menentukan keberadaan suatu organisme. Polusi juga bisa diindikasi dari pH yang
terkait dengan konsentrasi oksigen (pH rendah pada konsentrasi oksigen rendah).
Keasaman ditentukan dengan memakai kertas pH universal dan pH meter. Pengukuran
dilakukan dengan variasi waktu siang dan malam. Langkah tersebut didasarkan
pada perbedaan aktivitas biota pada siang dan malam hari.Pengambilan lokasi
bisa dilakukan dengan berbagai cara, seperti transek pada kedalaman yang
berbeda dan tempat-tempat yang memiliki potensi menimbulkan pencemaran (sumber
pencemaran terpusat).
2.2.4
Dissolved Oxygen (DO)
Dissolved Oxygen
atau oksigen terlarut sangat menentukan kehidupan biota perairan. Oksigen
merupakan akseptor elektron dalam reaksi respirasi, sehingga banyak dibutuhkan
oleh biota aerobik. Oksigen juga memengaruhi kelarutan dan ketersediaan
berbagai jenis nutrien dalam air. Kondisi oksigen terlarut yang rendah
memungkinkan adanya aktivitas bakteri anaerobik pada badan air.
Oksigen
terlarut dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain penutupan vegetasi, BOD (Biological Oxygen Demand), perkembangan
fitoplankton, ukuran badan air, dan adanya arus angin.Pengukuran oksigen
terlarut bisa dilakukan dengan metode sensor oskigen elektronik dan titrasi
Winkler. Hasil pengukuran berada pada satuan persen (%) dan mg/L. Pengukuran
dilakukan pada variasi siang dan malam serta pada musim yang berbeda. Penentuan
siang malam menentukan disebabkan karena adanya aktivitas respirasi dan
fotosintesis pada siang hari, sedangkan musim untuk mengetahui pengaruh
perbedaan aktivitas makhluk hidup tergantung musim pada kadar oksigen terlarut.
2.2.5
Chemical Oxygen Demand (COD)
Pengukuran
COD digunakan untuk mengetahuipenggunaan oksigen untuk menguraikan bahan
organic dalam air secara sempurna menjadi H2O. COD menggambarkan
penguraian bahan organic baik yang mudah terurai maupun yang sulit terurai. Pengukuran
ini penting untuk perairan yang tercemar oleh polutan yang umumnya terdiri dari
bahan organic. Nilai COD umumnya lebih besar dari nilai BOD. Prinsip analisa
COD bahwa semua bahan organic dapat dioksidasi secara sempurna menjadi CO2
dan H2O dengan bantuan oksidator kuat dalam keadaan basa.
2.2.6
Total Suspended Solid (TSS)
Padatan tersuspensi total ini dipengaruhi oleh
bahan-bahan tersuspensi seperti lumpur, pasir, bahan organik dan anorganik,
plankton serta organisme mikroskopik lainnya. Analisis TSS dibentuk dari
pengukuran berat kering meteri tersuspensi yang tertinggal oleh suatu
penyaringan pada temperature tertentu.
2.2.7
Biochemical
Oxygen Demand (BOD)
BOD menunjukkan jumlah oksigen yang dikonsumsi untuk
respirasi mikroba aerob yang terdapat dalam botol BOD yang diinkubasi pada suhu
sekitar 20 ºC selama lima hari, dalam keadaan tanpa cahaya. Pemeriksaan BOD
diperlukan untuk menentukan beban pencemaran air buangan penduduk atau industri
dan untuk mendesain sistem-sistem pengolahan biologis bagi air yang tercemar.
Pada penentuan nilai BOD, hanya dekomposisi tahap
pertama yang berperan. BOD hanya menggambarkan bahan organik yang dapat
didekomposisi secara biologi (biodegradable).
Bahan ini dapat berupa lemak, protein, kanji (starch), glukosa, aldehida, ester, dan sebagainya. Dekomposisi
selulosa secara biologis berlangsung relatif lambat. Bahan organik merupakan
hasil pembusukan tumbuhan dan hewan yang telah mati atau hasil buangan dari
limbah domestik dan industri (Effendi,2003).
2.3
Wisata
Pantai dan Baku Mutu
Baku
mutu air adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat energi atau komponen
lain yang ada atau harus ada dan atau
unsur pencemar yang ditenggang adanya
dalam air pada sumber air tertentu
sesuai dengan peruntukannya. Di dalam Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 082 Tahun 2001
tentang Pengendalian Pencemaran Air, air
dikelompokan menjadi empat kelas yaitu :
1.
Kelas I, yaitu air yang dapat digunakan
sebagai air minum secara langsung tanpa pengelolahan terlebih dahulu:
2. Kelas II,
yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum:
3.
Kelas III, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan:
4.
Kelas IV, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, dan dapat
dimanfaatkan untuk usaha perkotaan,
industri, pembangkit listrik tenaga air.
Berkenaan
dengan baku mutu air tersebut, Asdak (2005: 27-35) mengutip pendapatan beberapa
ahli sebagai berikut:
Sudarmadji
dan Sutanto (1990) mengelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas airtanah menjadi dua yaitu (1) faktor alami, meliputi
geologi, tanah, vegetasi, dan iklim dan
(2) faktor buatan, meliputi limbah domestik, pupuk, limbah pertanian,
insektisida dan pestisida, dan limbah industri.
Sitanala
Arsyad (1989): Kualitas air menyatakan tingkat kesesuaian air untuk dipergunakan bagi pemenuhan tertentu
bagi kehidupan manusia, seperti untuk mengairi tanaman, minuman
ternaknya dan kebutuhan langsung untuk
minum, mandi mencuci dan sebagainya. Kualitas air ditentukan oleh kandungan
sedimen tersuspensi dan bahan kimia yang
terlarut dalam air tersebut.
Sedangkan
Sharpe dan Dewalee dalam Richard Lee(1988) mengatakan bahwa Pada setiap
titik dalam gerakan melalui ekosistem
kualitas air diberi batasan dengan menggunakan
karasteristik-karasteristik fisika, kimia dan biologinya.Lebih lanjut dikatakan
bahwa karena semua air alami terkontaminasi (tidak murni) maka adalah penting
membedakan antara kontaminasi alami atau normal dan tingkat lainnya yang dapat
dilacak secara langsung maupun tidak
langsung pada kegiatan-kegiatan manusia. Sebagai suatu cara yang praktis, sumber-sumber pencemar yang disebabkan oleh manusia biasanya diidentifikasikan dengan membandingkan kualitas air dengan rata-rata atau latar belakang kontaminasi pada kawasan yang sama, namun
tidak dipengaruhi oleh sumber yang dicurigai.Standar kualitas air adalah
harga-harga yang ekstrim (biasanya minimum) yang digunakan untuk
menunjukkan tingkat-tingkat
konstituen-konstituen atau sifat-sifat
dimana air menjadi ofensif secara
estetik, tidak sesuai secara ekonomik maupun tidak layak secara higienik untuk
beberapa penggunaan yang dimaksudkan.
Dalam
mengevaluasi kekayaan air, maka keadaan
kualitasnya sama penting dengan
kuantitasnya. Sifat-sifat kimia, dan
bakteri sangat menentukan penggunaan air
untuk penyediaan air minum, irigasi, industri dan lain-lainnya.Kualitas
air di suatu wilayah tidak selalu tetap,
melainkan dapat berubah oleh adanya pencemaran. Kualitas yang tadinya memenuhi syarat–syarat utuk dipakai suatu
kebutuhan, seperti air minum pada suatu saat
kualitasnya tidak memenuhi syarat lagi. Oleh sebab itu
kualitas–kualitas perlu dilindungi dari
pencemaran.
III.
METODE KERJA
3.1
Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu,
15 Oktober 2011, pukul 09.00-selesai bertempat di Perairan
Akkarena, dan untuk uji Laboratorium dilaksanakan pada
tanggal 20 Oktober 2011, di Laboratorium Oseanografi Kimia, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan
dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
3.2
Alat
dan Bahan
Alat
yang digunakan pada praktik Pencemaran Laut ini yakni: Botol BOD, pipet tetes,
gelas ukur, Thermometer, pH meter,
Erlemeyer, pemanas, kertas saring, oven, Filter Holder, Vaccum’pump,
Desicator,Buret, Handrefractometer
Bahan
yang digunakan yakni: aquades, larutan H2SO4 pekat,
Natrium Tiosulfat (Na2S2O), Larutan MnSO4
(Mangan sulfat), Larutan NaOH (Natrium
hidroksida) + KI, Larutan Amilum, Larutan Kalium dichromat (K2Cr2O7),
Ferrous ammonium sulfat (FAS), Indikator Ferroin, tissue dan contoh air sampel.
3.3
Cara
Kerja
3.3.1
Penentuan
pH dan Suhu Air Laut
Menyiapkan
alat yang akan kita gunakan untuk mengukur pH (pH meter), dan suhu
(Thermometer), kemudian setelah itu bagian katoda dan anoda dari pH meter
dicelupkan ke dalam air sampel kemudian membaca nilai ph sampel pada lat
tersebut. Sedangkan pada pengukuran suhu, thermometer dicelupkan kedalam air
sampel (hanya setengah) dan diamkan beberapa menit, kemudian baca nilai pada
skala thermometer tersebut.
3.3.2
Penentuan
BOD5
Memasukkan
contoh air laut kedalam dua botol oksigen, mengukur kadar oksigen terlarut pada
botol pertama (DOawal). Sedangkan ntuk mengukur DO5 maka
sampel air yang terdapat dalam botol oksigen yang satu di inkubasi selama lima
hari pada suhu 25o c. kemudian mengukur kadar oksigen terlarut pada
botol oksigen gelap setelah inkubasi lima hari (DO akhir).
3.3.3
Penentuan
Chemical Oxygen Demand (COD)
Memasukkan
air sampel ke dalam Erlemeyer sebanyak 10 ml, setelah itu menambahakan 5 ml K2Cr2O7
0,025 N dan kemudian aduk. Setelah itu menambahkan dengan hati-hati 15 ml
larutan H2SO4 pekat (digunakan ruang asam) dan ditutup
dengan kaca arloji, didiamkan selama 30 menit. Setelah itu diencerkan dengan
menggunakan aquades sebanyak 10 ml, setelah dingin kemudian menembahkan 2-3
indikator ferroin (terjadi perubahan warna), dititrasi dengan FAS hingga
berwarna merah kecoklatan. Untuk larutan blanko digunakan sampel aquades.
3.3.4
Penentuan
Nilai Total Suspended Solid (TSS)
Menyiapkan
Erlemeyer filter, filter holder, kertas sarung dan vaccum pump, kemudian
menyering 2 x 20 ml aquades (lanjutkan sampai 2-3 menit). Setelah itu lalu
mengeringkan kertas filter didalam oven selama 1 jam dengan temperature 105oC,
setelah itu didinginkan dalam desikator lalu di timbang. (hasil B mg). Untuk A
mg, maka mengambil 1 liter air contoh kemudia disering dengan kertas saring
lalu ditimbang. Setelahkering kertas saring tersebut diamasukkan kedalam oven
selama 1 jam pada temperature 105oC, lalu didinginkan dalam
diesikator, kenudianditimbang (A mg).
3.4
Analisis
Data
3.4.1
Penentuan
BOD5
Untuk
menentukan BOD5 suatu
perairan maka digunkan rumus:
BOD5
= (DOAwal – DOAkhir) x pengenceran
|
Dimana
untuk mencari DO maka digunkan rumus:
Oksigen terlarut (DO) dalam mg/L =
Dimana:
A = mL
larutan baku natrium tiosulfat yang digunakan;
Vc = mL larutan yang dititrasi;
N =
kenormalan larutan natrium tiosulfat;
Vb
= volume botol BOD
3.4.2
Penentuan
Chemical Oxygen Demand (COD)
Untuk menentukan Chemical Oxygen Demand
(COD) suatu perairan maka digunkan rumus:
COD
(mg/L) =
|
Dimana:
B = Volume FAS yang digunakan
untuk Larutan Blanko
S = Volume FAS yang digunakan
untuk contoh air (ml)
N = Normalitas FAS
3.4.3
Penentuan
Nilai Total Suspended Solid (TSS)
Untuk
menentukan Total Suspended
Solid (TSS)
suatu perairan maka digunkan rumus:
TSS (mg/L) = (A – B)
|
Dimana:
A = Berat kertas Saring contoh air sampel
B = Berat kertas Saring Larutan Blanko
3.4.4
Data dianalisis dengan menggunakan
Indeks Pencemaran menurut Kementrian Lingkungan Hidup (2006), yang persamaannya sebagai berikut:
Pij =
Keterangan :
Pij = indeks
pencemaran bagi peruntukan (j) yang merupakan fungsi dari
Ci/Lij;
Lij = konsentrasi parameter
kualitas air yang dicantumkan dalam baku mutu suatu peruntukan air (j);
Ci = menyatakan konsentrasi
parameter kualitas air (i) yang diperoleh dari analisis cuplikan air pada suatu
lokasi pengambilan cuplikan dari suatu alur sungai;
(C1 / Lij) m
= nilai, Ci/Lij maksimum
(C1 / Lij)
R = nilai, Ci/Lij rata–rata
Dengan
evaluasi terhadap nilai PI adalah :
a.
0 – Pij – 1,0 = memenuhi baku mutu
b.
1,0 < Pij – 5,0 =
cemar ringan
c.
5,0 < Pij – 10 =
cemar sedang
d.
Pij > 10 =
cemar berat
IV.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
Tabel 1. Hasil praktikum lapang pada
Perairan Akkarena yakni di dapatkan:
Stasiun *
|
Stasiun 2*
|
Stasiun 3*
|
|
TSS
|
0,043
|
0,043
|
0,043
|
COD
|
126
|
70
|
48
|
BOD5
|
103,65
|
126,9
|
39,05
|
pH
|
6,58
|
6,18
|
6,32
|
DO
|
5,586
|
4,880
|
3,904
|
Suhu
|
29oC
|
29oC
|
29oC
|
*Prhitungan dapat dilihat di Lampiran
Maka tingkat pencemaran
perairan laut menggunakan indeks pencemaran peruntukan wisata pada Perairan Akkarena yakni;
Tabel 2. Indeks Pencemaran Pengamatan Perairan Kawasan Wisata
Akkarena Makassar
No
|
Stasiun
|
Indeks
Pencemaran*
|
Keterangan
|
1.
|
Stasiun 1
|
11,579
|
Cemar berat
|
2.
|
Stasiun 2
|
10,783
|
Cemar berat
|
3.
|
Stasiun 3
|
11,015
|
Cemar berat
|
*Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 2
4.2
Pembahasan
4.2.1
Total Suspended Solid (TSS)
Padatan
tersuspensi total ini dipengaruhi oleh bahan-bahan tersuspensi seperti lumpur,
pasir, bahan organik dan anorganik, plankton serta organisme mikroskopik
lainnya. Hasil pada praktik lapang didapat nilai TSS untuk ketiga stasiun
adalah 0,043 mg/L, nilai ini menunjukkan keadaan air untuk parameter TSS masih
dalam keadaan baik. Nilai ini masih dibawah baku mutu lingkungan yang
berdasarkan PP No. 82 tahun 2001 untuk parameter TSS adalah 50 mg/L. Bila
dilihat dari parameter TSS kawasan perairan Akkarena masih aman untuk kehidupan
organisme. Menurut Alabaster dan Lloyd (1982) padatan tersuspensi bisa bersifat
toksik bila dioksidasi berlebih oleh organisme sehingga dapat menurunkan
konsentrasi oksigen terlarut sampai dapat menyebabkan kematian pada ikan.
Padatan tersuspensi dapat berupa mineral atau bahan organik yang berasal dari
erosi tanah, industri, pembuangan kotoran dan sampah yang dapat ditemukan di
air permukaan.
4.2.2
Chemical Oxygen Demand (COD)
Hasil Praktik Lapang didapat nilai sampel air untuk
parameter COD memiliki nilai yang berbeda tiap stasiun, dimana stasiun 1 yang
memiliki nilai yang paling tinggi yaitu 126 mg/L. Jika dibandingkan dengan PP
No. 82 tahun 2001 nilai dari parameter COD untuk kawasan wisata Akkarena sudah
melebihi baku mutu, dimana untuk peruntukan daerah wisata nilai COD harus <
25 mg/L. Untuk melihat perbedaan tiap lokasinya dapat dilihat pada Gambar grafik
dibawah ini.
Gambar grafik Nilai
Parameter COD
Menurut Effendi (2003) nilai COD
yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/L dan tingginya nilai COD juga
menunjukkan tebalnya lapisan bahan organik yang ada di perairan sehingga dapat
menyebabkan rendahnya kadar oksigen terlarut di perairan yang dibutuhkan oleh
organisme untuk respirasi, keberadaan bahan organik dapat berasal dari alam,
ataupun dari aktifitas rumah tangga dan industri, misalnya pabrik bubur kertas
(pulp), pabrik kertas, dan industri
makanan. Dari pernyataan diatas dapat dikatakan bahwa pada Stasiun 1 diperoleh
nilai COD yang lebih tinggi dikarenakan tebalnya lapisan bahan organik pada
lokasi tersebut.
4.2.3
Biochemical Oxygen Demand (BOD)
BOD menunjukkan jumlah oksigen yang
dikonsumsi untuk respirasi mikroba aerob yang terdapat dalam botol BOD yang
diinkubasi pada suhu sekitar 20 ºC selama lima hari, dalam keadaan tanpa
cahaya. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran air
buangan penduduk atau industri dan untuk mendesain sistem-sistem pengolahan
biologis bagi air yang tercemar. Nilai BOD yang diperoleh untuk tiap-tiap
lokasi dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil praktikum lapang pada Perairan
Akkarena.
Gambar
Grafik Nilai Parameter BOD5
Hasil Praktik lapang nilai BOD5
memiliki nilai yang cukup tinggi yaitu untuk stasiun 2 memiliki nilai yang
paling tinggi dari pada stasiun 1 dan stasiun 3 yaitu 126,9 mg/L, nilai BOD5
yang tinggi ini menunjukkan indikasi bahwa sudah terjadi pemakaian oksigen
untuk proses biologis yang berlebihan, diantaranya untuk proses pembusukan
sampah-sampah organik yang ada dalam badan air. Nilai BOD5 perairan
dipengaruhi oleh suhu, densitas plankton, keberadaan mikroba, serta jenis
kandungan bahan organik. Pada perairan alami, yang berperan sebagai sumber
bahan organik adalah pembusukan tanaman. Perairan alami memiliki nilai BOD5 antara 0,5-7,0 mg/L (Jeffries
dan Mills, 1996 dalam Effendi, 2003).
Hasil BOD5 yang didapat dari Praktik Lapang lebih dari range
tersebut yaitu > 20 mg/L, menurut Effendi (2003) jika perairan yang memiliki
BOD5 lebih dari 10 mg/L dianggap telah mengalami pencemaran. Dengan demikian untuk parameter BOD5 kawasan wisata Akkarena Makassar
perairannya sudah tercemar.
4.2.4
Derajat Keasaman
(pH)
Hasil Praktik lapang menunjukkan bahwa pada
ketiga stasiun memiliki derajat keasaman berturut-turut yang barkisar dari 6,58, 6,18, dan 6,32. Nilai yang masuk kedalam
kategori asam ini sangat mempengaruhi biota akuatik, dimana menurut Effendi
(2003) bahwa sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan
menyukai pH sekitar 7–8,5 dan untuk nilai pH 5,0–5,5 pengaruh umum yang terjadi
adalah penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifiton, dan
bentos semakin besar, terjadi penurunan kelimpahan total biomassa zooplankton
dan bentos, algae hijau berfilamen semakin banyak dan proses nitrifikasi
terhambat. Nilai pH yang bersifat asam diduga berasal dari berbagai faktor,
salah satunya yaitu adanya berbagai pembangunan pada daerah ini sehingga
meghasilkan banyak tanah, missal tanah gambut dan lain-lain.
Mackereth
et al (1989) dalam Effendi (2003) berpendapat juga bahwa pH juga berkaitan erat
dengan karbondioksida dan alkalinitas. Pada pH < 5, alkalinitas dapat
mencapai nol. Semakin tinggi pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan
semakin rendah kadar karbondioksida bebas. Larutan yang bersifat asam (pH
rendah) bersifat korosif. Hal ini sesuai dengan penemuan di lapangan bahwa
fasilitas-fasilitas yang ada pada perairan wisata Akkarena Makassar yang
terbuat dari logam/besi mengalami karat, ini membuat fasilitas tersebut
terlihat tidak bagus.
4.2.5
Oksigen Terlarut
(DO)
Dari hasil praktikum yang di lakukan didapatkan hasil Oksigen Terlarut pada
perairan Wisata Akkarena di tiga stasiun secara bertrut-turut yakni 5,58 mg/L, 4,88
mg/L, dan 3,90 mg/L. Dengan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa perairan wisata
Akkarena Makassar merupakan perairan dengan kategori tercemar berat dengan
kisaran 3,5 – 6,5 mg/l. Dari hasil ini membuktikan bahwa Perairan wisata
Akkarena Makassar telah tercemar oleh karena aktivitas manusia seperti pembuangan limbah rumah tangga,
limbah kapal, pembangunan pemukiman di sekitar perairan yang mengakibatkan laju
sedimentasi yang tinggi pada daerah ini. Hal ini dapat pula di lihat dengan
kandungan lumpur yang sangat tinggi. Secara fisik dapat dilihat dengan
kekeruhan airnya pada saat pengambilan sampel. Hasil ini pun dapat dijadikan
indokator bahwa perairan ini akan mempengaruhi kehidupan organisme.
4.2.6
Suhu
Hasil analisis sampel air terhadap parameter yang
diamati dalam praktikum ini , dapat
dilihat pada Tabel 1. Untuk parameter
suhu menunjukkan bahwa suhu air pada 3 stasiun adalah sama, yakni 29 oC.
Hal ini sesuai yang dikatakan pula oleh Effendi (2003) suhu optimum bagi pertumbuhan
fitoplankton yaitu 20 – 30 0C.
Suhu merupakan salah satu indikator penting dalam menentukan kualitas
air, karena memiliki hubungan erat dengan jumlah oksigen terlarut dan kecepatan
reaksi kimia (Fardiaz, 1992).
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1
Simpulan
Berdasarkan hasil
praktikum terhadap analisis kualitas air di kawasan wisata Akkaerana Makassar,
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.
Kualitas air kawasan wisata Akkarena
Makassar pada Praktikum untuk parameter pH, BOD dan COD telah melewati baku
mutu lingkungan berdasarkan PP No. 82 tahun 2001 dan untuk parameter suhu, dan
TSS masih sesuai dengan baku mutu lingkungan berdasarkan PP No. 82 tahun 2001.
2.
Status mutu
kualitas air berdasarkan nilai indeks pencemaran untuk kawasan perairan wisata Akkarena
Makassar adalah ; Stasiun 1 adalah 11,579, Stasiun 2 adalah 10,783, Stasiun 3 adalah 11,015, ketiga Stasiun ini termasuk kedalam kategori cemar
berat.
5.2
Saran
Untuk pengelola
kawasan wisata Akkarena makassar perlu pengadaan tempat sampah dan mengadakan
kegiatan rutin pembersihan sampah pada permukaan air di kawasan wisata ini agar
tetap bersih.
DAFTAR
PUSTAKA
Alabaster,
JS dan R Lloyd. 1982. Water Quality
Criteria for Freshwater Fish. Second
Edition. Food and Agriculture Organization of United Nations. Butterworths.
London.
Bapedalda.
2005. Laporan Status Mutu Lingkungan
Hidup Daerah. Bapedalda. Dumai.
. 2006. Dampak
Lingkungan Perairan Laut dan Udara Akibat Industri Kota Dumai. Bapedalda.
Dumai.
BKSDA. 2000.
Rencana Pengelolaan Kawasan Hutan Wisata
Sungai Dumai. BKSDA. Riau
Dirjen
Pengairan Departemen Pekerjaan Umum. 1991. Pedoman
Pengamatan Kualitas Air. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta
Effendi, H. 2003. Telaah
Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan.
Kanisius. Yogyakarta
Fardiaz, S.
1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius.
Yogyakarta.
Hadi, A.
2005. Prinsip Pengelolaan Pengambilan
Sampel Lingkungan. Gramedia Pustaka. Jakarta.
Hutabarat
dan Evans. 2002. Pengantar
Oceanografi. Universitas Indonesia,
Jakarta.
Kementerian
Lingkungan Hidup. 2006. Himpunan
Peraturan Perundangan – Undangan di Bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Kementerian Lingkungan Hidup. Jakarta.
Kodoatie,
R.J. et al. 2005. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu.
Andi. Yogyakarta.
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut,
Suatu Pendekatan Ekologis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Pramudianto,
Bambang, 1999, Sosialisasi PP No.19/1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan
atau Perusakan Laut, Prosiding Seminar Sehari Teknologi dan Pengelolaan
Kualitas Lingkungan Pesisir dan Laut, Bandung: Jurusan Teknologi Lingkungan
ITB.
Rohmitarto,
K. 1991. Pengantar Pemantauan Pencemaran
Laut. P3O-LIPI. Jakarta.
Sastrawijaya dan A. Tresna. 1991. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar