Jumat, 11 November 2011

Laporan Bahan Alam Laut


I.      PENDAHULUAN
1.1     Latar Belakang
Wilayah perairan Indonesia mempunyai potensi berbagai jenis organism serta tumbuhan laut yang cukup besar. Sejak 30 tahun terakhir, organism laut merupakan sumber penting bahan alam (natural product) untuk di jadikan sebagai novel substance untuk kemudian dibuat sintesisnya atau sebagai bahan baku obat utama pembuatan obat. Bahan alam yang di kandung oleh organism tersebut adalah senyawa bioaktif yang memilki berbagai macam aktivitas farmakologi. Selain itu juga terdapat berbagai tumbuhan laut yang memilki senyawa bioktif yang dapat di ekstrak misalnya alge, lamun dan lain sebaginya.
Bahan-bahan bioaktif (Bioaktive substances) atau berbagai macam bahan kimia yang terkandung dalam tubuh biota perairan laut merupakan potensi yang sangat besar bagi penyediaan bahan baku industry farmasi, kosmetika, pangan dan industry bioteknologi lainnya. Sejauh ini pemanfaatan potensi bahan-bahan bioaktif untuk keperluan bahan baku industry terutama bioteknologi masih sangt rendah (Dahuri, dkk 2004).
Pemanfaatan bahan-bahan bioaktif (natural products) dari biota pesisir dan lautan, seperti omega-3, sunchlorela, dan lainnya praktis belum berkembang. Padahal, dinegara-negara lainnya seperti Amerika serikat, Malaisya dan Jepang industry bioteknologi yang mengelola bahan-bahan bioaktif dari laut telah menjadi salah satu industri andalan (Dahuri, dkk 2004).
Oleh karena itu, untuk dapat mengekstrak berbagai macam sayawa aktif pada berbagai organism dan tumbuhan maka perlu juga dilakukan pengamatan mengenai kadar abu, kadar air serta kadar klorofil (khususnya tumbuhan).


1.2     Tujuan dan Kegunaan
Praktikum bahan alam laut ini bertujuan untuk mengetahui kadar abu, kadar air dan kadar klorofil pada ganggang.
Sedangkan kegunaan dari praktikum bahan alam laut ini yakni agar dapat mengetahiu jumlah kandungan klorofil, kadar abu dan kadar air yang diakndung oleh ganggang sebelum diekstrak seyawa aktif yang terdapat didalamnya.





















II.      TINJAUAN PUSTAKA
2.1     Kadar Abu
Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organic dan air. Sisanya terdiri dari unsur- unsur mineral. Unsur mineral juga di kenal sebagai zat organic atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu. Meskipun banyak dari elemen-elemen mineral telah jelas diketahui fungsinya pada makanan ternak, belum banyak penelitian sejenis dilakuakan pada manusia. Karena itu peranan berbagai unsur mineral bagi manusia masih belum sepenuhnya diketahui (Winarno,1997).
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu:
a.    Garam-garam organik, misalnya garam dari as. malat, oxalate, asetat., pektat dan lain-lain.
b.    Garam-garam anorganik, misalnya phospat, carbonat, chloride, sulfat nitrat dan logam alkali.
Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral dapat terbentuk sebagai senyawa yang kompleks yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk aslinya adalah sangat sulit. Oleh karenanya biasanya dilakukan dengan menentukan sisa pembakaran garam mineral tersebut yang dikenal dengan pengabuan. Komponen mineral dalam suatu bahan sangat bervariasi baik macam maupun jumlahnya. Penentuan konsistensi merupakan mineral bahan hasil pertanian yang dapat dibedakan menjadi dua tahapan yaitu : pengebuan total (larut dan tidak larut) dan penentuan individu komponen.
Menurut Fauzi (2006), Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan antara lain:
a.    Menentukan baik tidaknya suatu pengolahan
Dalam penggilingan gandum, misalnya apabila masih banyak katul atau lembaga yang terikut maka tepung gandum tersebut akan memiliki kadar abu yang tinggi
b.    Mengetahui jenis bahan yang digunakan
Penentuan kadar abu dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan buah yang digunakan dalam marmalade atau jelly. Kandungan abu juga dapat dipakai untuk menentukan atau membedakan fruit vinegar (asli) atau sintesis
c.    Penentuan parameter nilai gizi pada bahan makanan
Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran yang lain.
Menurut Apriantono (1989), Penentuan kadar abu dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
1.    Pengabuan cara Langsung (Cara Kering)
Prinsip dari pengabuan cara langsung yaitu dengan mengoksidasi semua zat organic pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500 – 600 oC dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut
Beberapa kelemahan maupun kelebihan yang terdapat pada pengabuan dengan cara lansung. Beberapa kelebihan dari cara langsung, antara lain :
a. Digunakan untuk penentuan kadar abu total bahan makanan dan bahan hasil pertanian, serta digunakan untuk sample yang relative banyak,
b. Digunakan untuk menganalisa abu yang larut dan tidak larut dalam air, serta abu yang tidak larut dalam asam, dan
c. Tanpa menggunakan regensia sehingga biaya lebih murah dan tidak menimbulkan resiko akibat penggunaan reagen yang berbahaya.
Sedangkan kelemahan dari cara langsung, antara lain :
1)    Membutuhkan waktu yang lebih lama,
2)    Tanpa penambahan regensia,
3)    Memerlukan suhu yang relatif tinggi, dan
4)    Adanya kemungkinan kehilangan air karena pemakaian suhu tinggi
2.    Pengabuan cara Tidak Langsung (Cara Basah)
Prinsip dari pengabuan cara tidak langsung yaitu memberikan reagen kimia tertentu kedalam bahan sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan adalah gliserol alcohol ataupun pasir bebas anorganik selanjutnya dilakukan pemanasan pada suhu tunggi. Pemanasan mengakibatkan gliserol alcohol membentuk kerak sehingga menyebabkan terjadinya porositas bahan menjadi besar dan dapat mempercepat oksidasi. Sedangkan pada pemanasan untuk pasir bebas dapat membuat permukaan yang bersinggungan dengan oksigen semakin luas dan memperbesar porositas, sehingga mempercepat proses penngabuan.
Beberapa kelebihan dan kelemahan yang terdapat pada pengabuan cara tidak langsung. Kelebihan dari cara tidak langsung, meliputi :
a. Waktu yang diperlukan relatif singkat,
b. Suhu yang digunakan relatif rendah,
c. Resiko kehilangan air akibat suhu yang digunakan relative rendah,
d. Dengan penambahan gliserol alkohol dapat mempercepat pengabuan,
e. Penetuan kadar abu lebih baik.
Sedangkan kelemahan yang terdapat pada cara tidak langsung, meliputi :
a. Hanya dapat digunakan untuk trace elemen dan logam beracun,
b. Memerlukan regensia yang kadangkala berbahaya, dan
c. Memerlukan koreksi terhadap regensia yang digunakan
2.2     Kadar Air
Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100 %, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100 % (Syarif dan Halid, 1993).
Berat bahan kering adalah berat bahan setelah mengalami pemanasan beberapa waktu tertentu sehingga beratnya tetap (konstan). Pada proses pengeringan air yang terkandung dalam bahan tidak dapat seluruhnya diuapkan. (Kusumah dkk, 1989).
Kadar air dalam bahan pangan sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan dari bahan pangan tersebut. Oleh karena itu, penentuan kadar air dari suatu bahan pangan sangat penting agar dalam proses pengolahan maupun pendistribusian mendapat penanganan yang tepat.
Penentuan kadar air dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu metode pengeringan (dengan oven biasa), metode destilasi, metode kimia, dan metode khusus (kromatografi, nuclear magnetic resonance / NMR).
2.3     Kadar Klorofil-a
Klorofil merupakan zat hijau daun dan klorofil ini sangat dibutuhkan oleh tumbuhan karena kemampuan dari organisme untuk menghasilkan makanannya sendiri (autotrof) dengan bantuan sinar matahari dan zat hijau daun atau klorofil yang dikandungnya.
Didalam penyerapan cahaya klorofil-a dapat mengabsorbsi blue violet ( violet region) dalam gelombang cahaya yang lebih panjang. Faktor lain yang berpengaruh terdapat terbentuknya mineral misalnya Fe, Mn, K, Zn, dan N (Abidin, 1987).
Menurut Harborne (1987), faktor faktor yang mempengaruhi terbentuknya klorofil adalah :
a)    Faktor pembawaan
Pembentukan klorofil seperti halnya dengan pembentukan pigmen pigmen lain pada hewan dan manusia yang dibawakan oleh suatu gen tertentu didalam kromosom. Jika gen ini tidak ada, tanaman akan tampak putih belaka.   
b)    Cahaya
Klorofil dapat terbentuk dengan  memerlukan cahaya tanaman lain yang ditumbuhkan didalam gelap tak berhasil membentuk klorofil. Larutan klorofil yang dihadapkan pada inar kuat tampak berkurang hijaunya.
c)    Oksigen
Okigen juga sangat berperan penting dalam pembentukan klorofil.
d)    Karbohidrat
Karbohidrat juga sangat berperan penting dalam pembentukan klorofil , utamanya di dalam daun daunan yang mengalami tumbuh dan gelap. Dengan tiada pemberian gula, daun daun tersebut tidak mampu menghasilkan klorofil.
Hutagalung, (1997), mengatakan bahwa untuk menghitung kandungan klorofil absorbansi dari panjang gelombang yang diukur (664, 647, dan 630 nm) dikurangi dengan absorbansi pada panjang gelombang 750 nm. Pengurangan absorbansi pada masing-masing panjang gelombang tersebut dengan absorbansi pada panjang gelombang 750 nm dimaksudkan untuk mendapatkan nilai absorbansi yang dilakukan oleh klorofil, karena pada panjang gelombang 750 nm tidak terdapat penyerapan yang dilakukan oleh klorofil (hanya faktor kekeruhan sampel).

III.     METODE PRAKTIKUM
3.1     Prinsip Analisis
3.1.1      Kadar Abu
Pada proses pengabuan, zat-zat organic diuraikan menjadi air dan CO2, tetapi bahan anorganik tidak terurai.
3.1.2      Kadar Air
Kehilangan bobot pada pemanasan 105oC selama 3 jam di anggap sebagai kadar air yang terdapat dalam contoh.
3.1.3      Kadar Klorofil-a
Klorofil merupakan zat hijau daun dan klorofil ini sangat dibutuhkan oleh tumbuhan karena kemampuan dari organisme untuk menghasilkan makanannya sendiri (autotrof) dengan bantuan sinar matahari dan zat hijau daun atau klorofil yang dikandungnya.
Untuk menentukan kandungan klorofil-a suatu perairan maka digunakan prinsip analisis yang menggunakan Spektrofotometer
3.2     Alat dan Bahan
Alat yang digunakan  pada Praktikum ini yakni: tabung reaksi, gelas piala, timbangan neraca analitik, oven, cawan petrik, cawan porselin, desikator, tanur, spatula, sentrifuger 3500 rpm, spektrofotometer, filter holder, refrigerator.
Bahan yang digunakan yakni: tissue roll, aluminium foil, aquades, larutan aseton 90 %, dan sampel lawi-lawi (Caulerpa Sp.)
3.3     Prosedur Kerja
Sebelum kegiatan praktikum dilaksanakan, terlebih dahulu mempersiapkan peralatan dan bahan yang akan digunakan.


A.   Prosedur Kerja Kadar Abu
Menimbang tanur kosong dengan menggunakan timbangan neraca analitik, setelah itu dicatat beratnya. Kemudian selanjutnya menimbang sampel lawi-lawi (Caulerpa sp.) sebanyak 2 gram. Setelah itu sampel tersebut di masukkan kedalam tanur yang sudah ditimbang tadi kemudian dipanaskan dengan suhu 650oC selama 3 jam, sehingga terjadi pengabuan sempurna. Setelah terjadi pengabuan sempurna (selama 3 jam) maka kemudian didinginkan, setelah itu baru ditimbang untuk mengetahui berat bobot setelah terjadi pengabuan.
B.   Prosedur Kerja Kadar Air
Menimbang cawan petrik kosong dengan menggunakan timbangan neraca analitik, setelah itu dicatat beratnya. Kemudian selanjutnya menimbang sampel lawi-lawi (Caulerpa sp.) sebanyak 2 gram. Setelah itu sampel tersebut di masukkan kedalam cawan petrik yang sudah ditimbang tadi kemudian dipanaskan dengan suhu 105oC selama 2 jam, Setelah itu, kemudian didinginkan dengan menggunakan desikator, setelah itu baru ditimbang untuk mengetahui berat bobot kadar air setelah dipanaskan dengan suhu 105oC.
C.   Prosedur Kerja Kadar Klorofil-a
Menimbang sampel lawi-lawi (Caulerpa sp.) sebanyak 2 gram. Setelah itu sampel tersebut di masukkan kedalam tabung reaksi, dan ditambahkan larutan aseton sebanyak 10 ml. setelah itu, kemudian ditutup rapat dengan menngunakan aluminium foil dan dimasukkan kedalam refrigerator (kulkas) selama 24 jam. Setelah 24 jam, kemudian di sentrifuger (sentrifuger 3500 rpm) selama 15 menit, dan dipisahkan antara endapan dengan cairan. Kemudian mengukur absorbansinya pada panjang gelombang 664 nm, 647 nm dan 630 nm.


3.4     Perhitungan
3.4.1      Kadar Abu
Kadar abu   x 100 %

Untuk menghitung jumlah kadar abu maka digunakan rumus:

Dimana:
              A = Bobot tanur  kosong dengan bobot sampel sebelum pemanasan (g).
              B = Bobot tanur kosong dengan bobot sampel setelah pemanasan (g).
3.4.2      Kadar Air
Kadar air   x 100 %

Untuk menghitung jumlah kadar air maka digunakan rumus:


Dimana:
              A = Bobot cawan petrik  kosong sebelum pemanasan (g).
              B = Bobot cawan petrik kosong dengan bobot sampel setelah pemanasan (g).
              C = Bobot sampel
3.4.3      Kadar Klorofil-a
Klorofil (C) = 11,8 E 664 – 1,54 E 647 – 0,08 E 630

Untuk perhitungan klorofil a di gunakan rumus Alpha (1992):


Maka:
Klorofil-a (mg/L)

 


Dimana c = hasil dari absorbansi panjang gelombang
              Va= Volume Larutan Aseton yang digunakan
IV.    HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1     Hasil
Hasil praktikum pada  pengukuran kadar Abu, Kadar air dan kadar Klorofil-a yakni:
Tabel 1. pengukuran kadar Abu, Kadar air dan kadar Klorofil-a
Hasil*
Kadar Abu
6,96 %
Kadar Air
8,68 %
Klorofil-a
1,275 mg/L
*Perhitungan Terdapat di Lampiran
4.2     Pembahasan
4.2.1 Kadar Abu
            Abu merupakan zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Pada proses pengabuan dengan sampel ganggang hijau dari spesies Caulerpa sp. di dapatkan hasil yakni sebesar 6,96 %. Artinya pada proses pengabuan ini terjadi secara sempurna. Karena pada proses pengabuan ini bahan organic telah terurai sedangkan bahan anorganiknya tidak terurai. Artinya pada hasil 6,96 % ini terdapat bahan anorganik dan berbagai mineral lainnya.
4.2.2 Kadar Air
Kadar air dalam bahan pangan sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan dari bahan pangan tersebut, Oleh karena itu, penentuan kadar air dari suatu bahan pangan sangat penting. Penentuan kadar air dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu metode pengeringan (dengan oven biasa), metode destilasi, metode kimia, dan metode khusus (kromatografi, nuclear magnetic resonance / NMR).
            Pada praktikum ini metode yang digunakan yakni metode pengeringan selama 3 jam. Dimana kehilangan bobot pada saat dipanaskan dengan suhu 105 oC selama 3 jam, artinya merupakan kadar air pada sampel. Hasil pengukuran kadar air berat bahan basahnya yang didapatkan dari ganggang hijau pada spesies Caulerpa sp. sebesar 91,68 %, sedangkan berat bahan kering pada Caulerpa sp. yakni 8,68 %. Artinya berat bahan basah dan bahan kering pada Caulerpa sp. masih termasuk dalam kondisi yang normal untuk tumbuhan. Dimana menurut Syarif dan Halid, (1993) batas normal maksimun berat bahan basah dan bahan kering pada tumbuhan yakni sebesar 100%.
4.2.3 Klorofil-a
Dari hasil pengukuran terhadap kandungan klorofil-a pada ganggang hijau spesies Caulerpa sp. didapatkan adalah sebesar 1,275 mg/ml. Ditinjau dari segi kesuburan, hasil tersebut mengindikasikan bahwa kandungan klorofil pada Caulerpa sp. termasuk dalam kondisi yang subur. Dimana untuk proses fotosintesis klorofil ini dapat mensisntesis makanannya sendiri dengan baik.













V.     SIMPULAN DAN SARAN
5.1     Simpulan
Dari hasil analisis kimia pada Caulerpa sp. maka dapat disimpulkan bahwa: pada Proses pengabuan dilakukan dengan menggunakan tanur yang memijarkan sampel pada suhu mencapai 650 oC sehingga hasil yang didapatkan yakni sebesar 6,96 % artinya terjadi pengabuan secara sempurna. Sedangkan pada proses kadar air didapatkan berat bahan basah sebesar 91,68 % dan berat bahan kering yakni 8,68 %, Artinya masih dalam kategori normal untuk tumbuhan. Sedangkan untuk klorofil- a didapatkan hasil sebesar 1,275 mg/ml, artinya mengandung zat hijau daun yang banyak dan baik untuk proses fotosintesisnya.
5.2     Saran
Sebaiknya alat-alat yang kurang kurang di laboratorium oseanografi kimia yang tidak ada/ kurang bagus dapat diperbaiki, supaya praktikan maupun dosen dapat menggunakannya, serta tidak lagi ke laboratorium yang lain.












DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z.1987. Dasar PengetahuanIlmu tanaman. Angkasa. Bandung.

Apriantono, A. dan D. Fardiaz 1989. Analisa Pangan. Bogor : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen Pendidikan Tinggi PAU Pangan dan Gizi IPB.

Dahuri, R, Rais, J. Ginting Putra. S., And Sitepu. MJ., 2003. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT Pradya Paramita. Jakarta.

Fauzi, M. 2006. Analisa Pangan dan Hasil Pertanian. Handout.Jember: FTP UNEJ.

Harborne, J. B. 1987, Metode Fitokimia, ITB, Bandung.

Hatta, 2002. Hubungan antara Klorofil-a dan Ikan Pelagis Dengan Kondisi Oseanografi di Perairan Utara Irian Jaya. Makalah Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hutagalung, H. 1997,. Metode Analisa air laut, sedimen dan biota, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi, LIPI, Jakarta.

Kusumah dkk, 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Jember: FTP UNEJ.

Syarif dan Halid, 1993. Kadar Air basis Basah Dan Kadar Air Basis Kering. Yogyakarta: Penerbit Liberty.

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama


.









LAMPIRAN
Lampiran 1.  Perhitungan Kadar Abu
Kadar abu   x 100 %

 



Diketahui         A = 17,665 g
                        B = 17,816 g
Bobot sampel                 = 2,170 g
Jadi
Kadar abu   x 100 %

 


Kadar abu   x 100 %
                   =  x 100 %
                   = 6,96 %














Lampiran 2. Perhitungan Kadar Air
Kadar air   x 100 %

 






Diketahui         A = 28,167 g
                        B = 28,341 g
Bobot Sampel (C)  = 2,004 g
Kadar air   x 100 %

Jadi


Kadar Air %  x 100 %
                   =  x 100 %
                   =  x 100 %
                   = 91,32 %
Jadi % Bahan Kering yakni = 100 – 91,32
                                        = 8,68 %








Klorofil (C) = 11,8 E 664 – 1,54 E 647 – 0,08 E 630

Lampiran 3. Kadar Klorofil-a


Klorofil-a (mg/L)

 



Diketahui         E 630= 0,223
                        E647  = 0,456
                        E664  = 0,771
Klorofil (C) = 11,8 E 664 – 1,54 E 647 – 0,08 E 630

Jadi:


Klorofil (C) = 11,8 E 664 – 1,54 E 647 – 0,08 E 630
                          = 11,8 (0,771) – 1,54 (4,56) – 0,08 (0,223)
                          = 9,098 – 7,022 -0,018
                          = 2,58
Klorofil-a (mg/L)

Maka:


Klorofil-a (mg/L)
                       =
                             =
= 1,275 mg/L

Tidak ada komentar:

Posting Komentar